Rabu, 03 Oktober 2012


TEORI TEMPAT PUSAT CHRISTALLER
Dan CONTOH KASUS PERMASALAHAN

Teori tempat pusat disebutkan oleh Wlater Christaller ( 1933) dan August Losch (1936), beliau mengembangkan satu teori yang dapat dipergunakan sebagai kerangka analisis untuk membahas hal tersebut. Teori pusat merupakan suatu permukiman yang menyediakan barang dan jasa- jasa bagi penduduk local dan daerah belakangnya. Pada teori tempat pusat juga menjelaskan tentang hubungan keterkaitan antara social – ekonomi dan fisik yang saling mempengaruhi.
Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland).  Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994).  Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter Christaller, melakukan sebuah penelitian.  Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Dan teori tersebut dinyatakan sebagai teori tempat pusat ( Central Place Theory) oleh Christaller.
                Menurut Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat pelayanan.  Dan pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah dan kawasan sekitarnya. Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat permukiman yang memiliki jumlah penduduk  sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama penting.  Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central place).
sekitarnya. Pada teori Christaller menyebutkan  sistem keruangan yang optimum berbentuk heksagonal dengan pusat kegiatan terdapat di tengah pola.Namun, Christaller juga menyebutkan bahwa dalam struktur keruangan kota terdapat hirarki, dimana tempat dengan hirarki yang teratas mampu memenuhi kebutuhan tempat di hirarki bawahnya. Semakin tinggi jumlah hirarki kota maka jumlah kota semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
                Selain itu terdapat elemen  pada teori tempat pusat yakni batas ambang yang berarti adanya jumlah penduduk tertentu yang mendukung keberadaan fungsi tertentu. Ambang batas didefinisikan sebagai jumlah minimum kegiatan perdagangan (dalam satuan moneter) yang dibutuhkan oleh seorang wiraswastawan untuk mempertahankan kegiatan bisnisnya. Frekuensi penggunaan jasa berpengaruh terhadap batas ambang. Tidaklah mudah untuk mengukur ambang batas dan kepusatan. Ambang batas seharusnya diukur dengan menggunakan satuan moneter, tetapi tidak mudah mendapatkan angkanya.  Karena itu, untuk mengukur ambang batas digunakanlah jumlah orang yang membutuhkannya.
 Teori Christaller mengungkapkan beberapa asumsi yang terkait dengan penyusunan teorinya, antara lain:
1.       bahwa konsumen diwajibkan menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu.
2.       Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu. Range of goods merupakan jarak dimana penduduk dapat melakukan perjalanan untuk mendapatkan pelayanan atau fungsi.
3.       Konsumen juga memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.
4.       Kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.
5.       Wilayah tersebut adalah suatu dataran yang rata, mempunyai cirri- cirri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.
Terbentuk pola heksagonal pada teori tempat pusat seperti pada gambar berikut ini :

                                                     


                                      

Penjelasan:
  • Tahap I                 : terdapat satu tempat pusat, dimana banyak terdapat hinterland yang belum dapat terlayani.
  • Tahap II                                : tumbuhnya beberapa tempat pusat yang dapat melayani kebutuhan di beberapa kawasan sekitarnya, namun masih terdapat beberapa hinterland yang beum terlayani.
  • Tahap III               : beberapa hinterland bersinggungan, dimana kawasan tersebut menjadi rebutan antara tempat pusat satu dengan lainnya.
  • A                             : merupakan pembentukan tempat pusat, dan pembentukan hinterland.
  • B                             : merupakan pembentukan kawasan hinterland yang saling bersinggungan.
  • C                             : Merupakan bentuk dari heksagonal pada teori pusat Christaller.
Contoh kasus perdagangan khususnya pusat perbelanjaan di Kota Solo
Kota Solo memiliki batasan wilayah sebagai berikut:
Utara     : Kabupaten Karnganyar
Selatan: Kabupaten Sukoharjo
Barat     : Kabupaten Sukoharjo
Timur    : Kabupaten Karnganyar
Gbr. Citra Kota Solo dan sekitarnya





Analisis kasus:
Menurut Christaller :
·         Kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.
Dalam kasus ini Kota Solo menjadi pusat perdagangan bagi wilayah di sekitarnya.

·         bahwa konsumen diwajibkan menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu.
·         Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu. Range of goods merupakan jarak dimana penduduk dapat melakukan perjalanan untuk mendapatkan pelayanan atau fungsi.
·         Konsumen juga memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.

Oleh karena itu Hinterland Kota Solo merupakan kawasan di sekitarnya yang tidak jauh jaraknya, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh Range of goods, yaitu jarak yang masih dapat ditempuh oleh konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan, sedangkan konsumen akan memilih tempat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa. Tempat yang paling dekat jaraknya akan dipilih oleh konsumen dikarenakan lebih efisien dalam waktu dan biaya yang diperlukan dalam menempuh pusat perdagangan tersebut.
Oleh karena nya, berdasarkan tiga asumsi dari Christaller tersebut, Hinterland Kota Solo merupakan wilayah yang dekat jaraknya dengan kota Solo yaitu Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Wonogiri dan Solo merupakan pusat perdagangan dari wilayah tersebut.

·         Christaller menyebutkan bahwa sistem keruangan yang optimum adalah heksagonal dengan pusat kegiatan terdapat di tengah pola.
Kota Solo yang merupakan pusat perdagangan berada di pusat pola dengan kawasan Hinterlandnya adalah kawasan di sekitarnya yaitu Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Wonogiri.

Namun pola yang di bentuk oleh kawasan Hinterland disekitarnya tidaklah berupa heksagonal seperti yang diungkapkan oleh Christaller sebagai sistem keruangan yang optimum.
Gbr. Citra pola hubungan pusat dan hinterland
Hal ini menunjukan bahwa tidak selamanya sistem keruangan yang ada memiliki bentuk heksagonal. Karena dalam pembentukan sistem keruangan ini dipengaruhi banyak faktor, terutama faktor batas administratif dan faktor pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.
Batas administratif turut menentukan batasan wilayah pelayanan yang dapat dilakukan oleh suatu kota, tidak selamanya batas administratif dan batas pelayanan memiliki pola lingkaran seperti yang diasumsikan oleh Christaller, sehingga sistem keruangan tidak selamanya akan berakhir dengan bentuk Heksagonal.
Faktor pertumbuhan dan perkembangan ekonomi mempengaruhi jumlah titik yang berfungsi sebagai tempat kota, tidak selamanya titik-titik itu akan tersebar merata sehingga membentuk pola yang teratur dan membentuk sistem heksagonal. Titik tersebut akan tumbuh sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi sehingga tidak akan tersebar merata seperti yang diasumsikan dalam teori Christaller, sehingga tidak selamnya akan memebentuk pola heksagonal.
·         Menurut Christaller, konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam kasus ini, terdapat pusat kegiatan lain yakni Kota Jogja. Kabupaten Sukoharjo lebih memilih Kawasan mall di Kota Solo dibandingkan dengan mall di Kota Yogyakarta, dengan pertimbangan jarak tempuh.
Gbr. Citra Kota Solo dengan Kota Jogja


·         Wilayah tersebut adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri- ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.
Asumsi Christaller ini tidak relefant lagi di wilayah Solo, Solo bukan merupakan dataran yang rata, Kota Solo memiliki tingkat kelerengan yang beragam dan memiliki bentuk lahan yang beragam.
Selain itu, penduduk di kota Solo, maupun di kota lainnya di sekitar Solo, tidak tersebar secara merata, hal ini disebabkan mobilitas penduduk yang sudah sangat tinggi disebabkan moda transport yang berkembang serta perkembangan ekonomi yang tidak merata di tiap tempat menyebabkan arus pengelompokan penduduk di titik yang pertumbuhan dan perkembangan ekonominya mengalami kemajuan yang pesat dan terjadi nya Urbanisasi.
Sehingga asumsi bahwa wilayah Solo merupakan dataran yang rata dimana persebaran penduduknya merata dan tingkat perekonomiannya sama tidak lagi relefant.

1 komentar:

  1. mas, saya bisa minta gambar gambarnya gak? mohon bantuannya yah mas.

    BalasHapus